Sanitasi disekitar dan dilingkungan kita
Sanitasi adalah
perilaku disengaja dalam pembudayaan hidup bersih dengan maksud mencegah
manusia bersentuhan langsung dengan kotoran dan bahan buangan berbahaya lainnya
dengan harapan usaha ini akan menjaga dan meningkatkan kesehatan manusia.
Bahaya ini mungkin bisa
terjadi secara fisik, mikrobiologi dan agen-agen kimia atau biologis dari
penyakit terkait. Bahan buangan yang dapat menyebabkan masalah kesehatan
terdiri dari tinja manusia atau binatang, sisa bahan buangan padat, air bahan
buangan domestik (cucian, air seni, bahan buangan mandi atau cucian), bahan
buangan industri dan bahan buangan pertanian.
Cara pencegahan bersih
dapat dilakukan dengan menggunakan solusi teknis (contohnya perawatan cucian
dan sisa cairan buangan), teknologi sederhana (contohnya kakus, tangki septik),
atau praktik kebersihan pribadi (contohnya membasuh tangan dengan sabun).
Definisi lain dari
sanitasi adalah segala upaya yang dilakukan untuk menjamin terwujudnya kondisi
yang memenuhi persyaratan kesehatan. Sementara beberapa definisi lainnya
menitik beratkan pada pemutusan mata rantai kuman dari sumber penularannya dan
pengendalian lingkungan.
Sanitasi dan air
Terdapat hubungan yang
erat antara masalah sanitasi dan penyediaan air, dimana sanitasi berhubungan
langsung dengan :
Kesehatan.
Semua penyakit yang
berhubungan dengan air sebenarnya berkaitan dengan pengumpulan dan pembuangan
limbah manusia yang tidak benar. Memperbaiki yang satu tanpa memperhatikan yang
lainnya sangatlah tidak efektif.
Penggunaan air.
Toilet siram desain
lama membutuhkan 19 liter air dan bisa memakan hingga 40% dari penggunaan air
untuk kebutuhan rumah tangga. Dengan jumlah penggunaan 190 liter air per kepala
per hari, mengganti toilet ini dengan unit baru yang menggunakan hanya 0,7
liter per siraman bisa menghemat 25% dari penggunaan air untuk rumah tangga
tanpa mengorbankan kenyamanan dan kesehatan. Sebaliknya, memasang unit
penyiraman yang memakai 19 liter air di sebuah rumah tanpa WC bisa meningkatkan
pemakaian air hingga 70%. Jelas, hal ini tidak diharapkan di daerah yang
penyediaan airnya tidak mencukupi, dan hal tersebut juga bisa menambah jumlah
limbah yang akhirnya harus dibuang dengan benar.
Biaya dan pemulihan biaya.
a. Biaya pengumpulan,
pengolahan dan pembuangan limbah meningkat dengan cepat begitu konsumsi
meningkat. Merencanakan hanya satu sisi penyediaan air tanpa memperhitungkan
biaya sanitasi akan menyebabkan kota berhadapan dengan masalah lingkungan dan
biaya tinggi yang tak terantisipasi. Pada tahun 1980, Bank Dunia melaporkan
bahwa dengan menggunakan praktik-praktik konvesional, untuk membuang air
dibutuhkan biaya lima sampai enam kali sebanyak biaya penyediaan. Ini adalah
untuk konsumsi sekitar 150 hingga 190 liter air per kepala per hari. Informasi
lebih baru dari Indonesia, Jepang, Malaysia dan A. S. menunjukkan bahwa rasio
meningkat tajam dengan meningkatnya konsumsi; dari 1,3 berbanding 1 untuk 19
liter per kepala per hari menjadi 7 berbanding 1 untuk konsumsi 190 liter dan 18
berbanding 1 untuk konsumsi 760 liter.
b. Penggunaan ulang
air. Jika sumber daya air tidak mencukupi, air limbah merupakan sumber
penyediaan yang menarik, dan akan dipakai baik resmi disetujui atau tidak.
Karena itu peningkatan penyediaan air cenderung mengakibatkan peningkataan
penggunaan air limbah, diolah atau tidak dengan memperhatikan sumber-sumber
daya tersebut supaya penggunaan ulang ini tidak merusak kesehatan masyarakat.
Sanitasi Total Berbasis Masyarakat
Sanitasi Total Berbasis
Masyarakat (STBM) adalah satu Program Nasional di bidang sanitasi yang bersifat
lintas sektoral. Program ini telah dicanangkan pada bulan Agustus 2008 oleh
Menteri Kesehatan RI. STBM merupakan pendekatan untuk mengubah perilaku higiene
dan sanitasi melalui pemberdayaan masyarakat dengan metode pemicuan.
Strategi Nasional STBM
memiliki indikator outcome yaitu menurunnya kejadian penyakit diare dan
penyakit berbasis lingkungan lainnya yang berkaitan dengan sanitasi dan
perilaku. Sedangkan indikator output-nya adalah sebagai berikut
Setiap individu dan
komunitas mempunyai akses terhadap sarana sanitasi dasar sehingga dapat
mewujudkan komunitas yang bebas dari buang air di sembarang tempat (ODF).
Setiap rumah tangga
telah menerapkan pengelolaan air minum dan makanan yang aman di rumah tangga.
Setiap rumah tangga dan
sarana pelayanan umum dalam suatu komunitas (seperti sekolah, kantor, rumah
makan, puskesmas, pasar, terminal) tersedia fasilitas cuci tangan (air, sabun,
sarana cuci tangan), sehingga semua orang mencuci tangan dengan benar.
Setiap rumah tangga
mengelola limbahnya dengan benar.
Tantangan yang dihadapi
Indonesia terkait dengan masalah air minum, higiene dan sanitasi masih sangat
besar. Hasil studi Indonesia Sanitation Sector Development Program (ISSDP) tahun
2006, menunjukkan 47% masyarakat masih berperilaku buang air besar ke sungai,
sawah, kolam, kebun dan tempat terbuka.
Berdasarkan studi Basic
Human Services (BHS) di Indonesia tahun 2006, perilaku masyarakat dalam mencuci
tangan adalah
1. setelah buang air
besar 12%,
2. setelah membersihkan tinja bayi dan balita 9%,
3. sebelum makan 14%,
4. sebelum memberi
makan bayi 7%, dan
5. sebelum menyiapkan
makanan 6 %.
Sementara studi BHS
lainnya terhadap perilaku pengelolaan air minum rumah tangga menunjukan 99,20%
merebus air untuk mendapatkan air minum, tetapi 47,50 % dari air tersebut masih
mengandung Eschericia coli.
Via: berbagai sumber